Sabtu, 02 April 2022

(Review) Yang Fana adalah Waktu

April 02, 2022 0

"Dan rupanya kita memang ditakdirkan untuk masing-masing mendengarkan diri sendiri sebaik-baiknya agar bisa saling mendengarkan sebab segala yang kasat mata di sekeliling kita adalah latar maya yang hanya akan berubah menjadi dunia nyata kalau kita, berdampingan atau dipisahkan jauh oleh jarak dan waktu, berniat untuk saling mendengarkan."


Informasi Buku


Penulis : Sapardi Djoko Damono
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, Maret 2018
Tebal : 146 halaman
ISBN : 978-602-03-8305-7
Genre : Fiksi (Romansa)

Rasanya gak usah di ragukan lagi kemampuan meracik kata-katanya Eyang Sapardi. Aku saja merasa meskipun tidak sesulit itu plot ceritanya, tapi rasanya tetap hangat setelah membaca karya beliau. Mungkin after tasted akan berbeda pada setiap orang, sesuai dengan seleranya. Kadang merasa sedih bahwa kenyataan penulisnya sudah tiada namun karyanya memang abadi. Kau, abadi eyang dan akan aku kenalkan juga pada anakku kelak. Selain itu karena novel(et) ini merupakan trilogi dari kisah Pingkan dan Sarwono, kiranya bisa juga membaca kisah mereka pada karya-karya eyang sebelumnya. 


"Apakah yang ’mungkin nanti’ itu masih berada dalam waktu, sekarang aku tidak bisa yakin. Tidak bisa sepenuhnya yakin."


" ... bahwa waktu ternyata hanya bisa menampung yang sekarang karena sesungguhnya yang menyebabkan kita merasa ada sepenuhnya berakar pada yang terjadi sekarang. Yang suka kita bayangkan sebagai nanti akan menjadi sekarang."


Kadang kita berandai-andai bisa mencapai titik tertentu. Kadang juga lupa ketika kita sampai pada titik tersebut ialah suatu hal yg pernah kita inginkan dan perjuangkan. Kesabaran dalam terus menjalani kehidupan. Karena hanya pada waktu yang kemudian menjawabnya.


"Aku tidak pernah mau menjawab pertanyaanku sendiri itu, bukan karena khawatir tetapi karena memang tidak bisa menjawabnya"


"Kita saling mendengarkan, Ping, itu sebabnya kita ada. Ketika sebuah kisah mendekati akhir, ada saja kisah baru yang muncul menggantikannya – atau bahkan melanjutkannya."


for personal reasoning, pada dialog diatas membuatku nyess.  


"Siapa pula yang bisa menjamin bahwa ada yang pasti bahwa ada yang selesai bahwa ada yang tuntas dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki?"


Masih saja..


"Aku ada dalam sajak-sajak itu, kan, Sar?" tanya Pingkan. 


The poet. I like it sooo much.


Sudahlah, 

tapi apakah kita berhak berkata sudahlah

terdengar debar jantungmu


Hujan pun usai, 

akhirnya kenangan pun selesai

Resah yang tak usah,

dirisaukan pun tak akan sudah


Telah kubaca amanat seluruhnya 

Telah kuhapal pesan seluruhnya 

agar bisa melisankannya

suatu hari nanti


Sabarlah sampai jarak ini 

menjelma ruang

Tempat kita masih bisa leluasa 

menebak makna tanda