Selasa, 10 April 2012

The Teenagers (part4) ::ENDING::


nah akhirnya kita uda nyampe di part akhir
alhamdulilla bangetla pokoknya haha
yauda de readers, ini dia
-------------------------------------------------------
Beberapa hari kemudian,

Hari ini seperti hari-hari biasanya. Tapi, sejak hari itu aku jadi sering melamun. Mengingat kejadian itu hatiku terasa sakit, juga otakku yang terus kupaksakan untuk mencari teka-teki yang membuatku bingung setengah mati. Karena hal ini, aku sering kehilangan konsentrasi karena lelah juga kepalaku yang sering terasa berdenyut kencang.

“rizkaaaa!” kata tika dan fayra yang muncul tiba-tiba dari belakang.
Aku tersenyum pada mereka.
“hmm, kamu kenapa ko diem aja dari tadi?” Tanya fayra sembari merangkulku
“iya nih, bahkan dari kemaren-kemaren loh!” timbal tika.
“ah masa? Ga papa ko!” sahutku dengan senyum yang kupaksa selebar-lebarnya.
“kalo ada apa-apa cerita ya, ka” kata tika sembari memelukku. Fayra pun memelukku.

Ya allah, mereka itu baik! Banget. Aku gatau mesti gimana nyeritain semua ini. aku takut mereka semua pergi ninggalin aku. aku harus milih mana? Antara orangtuaku sendiri dengan sahabatku? Aku gabisa milih mereka! Mereka semua adalah pelengkap hidupku.

 Setelah bel pulang berbunyi, aku masih duduk dikelas. Selain menunggu renal latihan akupun mengerjakan tugas kelompokku bersama fayra dan tika. Tak lupa kini aku mulai membiasakan kebiasaan yang dulu sering kulupakan, yaitu: menelfon bunda.

Beberapa menit kemudian.

“riz, raa, haus ga sih?” Tanya tika.
“lumayan sih” jawab fayra seadanya

Tika melihat kearahku, akupun menganggukan kepala. “dikit”

“fayraa, anter beli yuu!” ajak tika setengah merengek
“ihh, males. Sendiri aja atuh. Iya ga, riz?” kata fayra sembari melirikku.
Aku tersenyum simpul.

“udah kamu anter dia aja, ra. Ini biar sama aku dulu” kataku
“tuhh, udah yuk. Cepetan hauss” kata tika yang langsung menggandeng tangan fayra
“yaudah, hati-hati ya kaa” kata fayra padaku
“kamu yang harusnya hati-hati ra!” kataku.

Tika memanyunkan bibirnya, dan bayang merekapun sudah tak terlihat dikelas ini.
**
saat akan membeli minum, dijalan fayra dan tika bertemu dengan renal.
“ra, tik, rizkanya mana?”Tanya renal
“dikelas tuh” jawab fayra
“yaudah gue kesana yaa!” kata renal yang  hendak akan berlari
“eeeeeehh, bentar. Gue mau ngomong” teriak fayra yang takut renal akan berlari semakin jauh.
Refleks, renal pun segera membalikan badannya.
“apaan?” tanyanya
“lo tanyain deh, dia akhir-akhir ini kenapa?” kata fayra
“emang kenapa?” Tanya renal lagi sembari mengerutkan dahinya.
“dia jadi sering ngelamun gitu, nal” sahut tika.
“mm, okedeh. Aku duluan kesana ya? Kasian rizka” ucap renal sembari meninggalka mereka dengan terburu-buru
“oke sipp” kata fayra dan tika

Tak lama, renal pun datang.

“rizkaaaaaaa!” teriaknya dengan lembut

Aku membalasnya dengan tersenyum. Entah kenapa ingin kubuat senyuman yang termanis untuknya. Agar dia tak melihat kelemahanku dan kebingunganku saat ini.

“oh iya, tadi dijalan aku ketemu fayra sama tika. Emang bener ya, kamu jadi sering ngelamun?” tanyanya dengan nada khawatir

Aku terdiam. Apa harus aku ceritakan?

Renal memperhatikanku. Tiba-tiba raut mukanya berubah.
“rizka, kamu kenapa sih?” Tanya renal dengan hati-hati. Kini renal mengeluarkan sapu tangan miliknya dan mengusap sesuatu dibawah hidungku. Ah, rupanya aku mimisan!
 Aku melihat kedalam matanya. Dia begitu khawatir padaku, tak ada kepalsuan, semua itu tampak terlihat tulus.

Sekali lagi, ya allah. Renal pun baik padaku. Aku tak sanggup bila harus menceritakan apa yang ayah bilang padaku selama ini tentangnya. Dan sekali lagi, aku takkan bisa memilih antara ayah, bunda, fayra, tika, maupun renal. Karena mereka semua yang telah memberikan warna pada hidupku. Hanya mereka.

Fayra dan tika pun datang, mereka agak setengah kaget setelah tau aku mimisan. Fayra pun menyarankan untuk menyudahi tugas kelompok ini dan menyuruhku untuk segera pulang. Akupun menuruti saja.

Sesaat setelah beberapa langkah, kepalaku terasa berdenyut hebat, semuanya tampak berputar, dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Sayup-sayup kudengar renal memanggil-manggil namaku.

 Ya allah, apa ini akhirnya? Apa akhirnya aku harus ninggalin mereka semua? Renal, maafin aku belom bisa nemenin kamu sampe kakek-kakek. fayra, tika maafin aku juga yang sering berkata tak enak pada kalian. Dan teruntuk ayah juga bunda maafin aku, belum jadi anak yang benar-benar, jadi apa yang kalian inginkan  dan maaf sampai saat inipun aku masih memegang teguh pendapatku tentang fayra, tika juga renal, maafkan anakmu ini, yah, bun.

***

Renal, fayra, dan tika langsung panik saat melihatku pingsan dan mimisan kembali. Renal langsung mebawaku kerumah sakit terdekat, sementara itu fayra terus menghubungi bunda juga ayah.
Akupun langsung dibawa menuju UGD, oksigen dan segala peralatannya terpasang ditubuhku. Aku hanya terdiam membisu, dokter yang adapun langsung mengurusku. Ayah dan bunda sudah tampak diluar ruangan. Menungguku dengan cemas dengan beribu doanya.

Disela-sela kegelisahan bunda, ayah tiba-tiba meminta maaf pada bunda
“dinda, maafkan aku. aku tak pandai menjaga anak kita” ucap ayah dengan nada menyesal
“sudah, aku selalu memaafkan segala kesalahanmu. Maafkan aku juga ya, mas. Maafkan aku dari dulu aku memang tidak becus merawat rizka. dulu rizka hampir tertabrak itu karena kecerobohanku, saat masih dalam kandunganpun aku tak becus merawatnya. Maafkan aku, mas” kata bunda yang kini sudah menitikkan air matanya.
“sudah, itu semua bukan salahmu saja. rizka itu anak kita. Kita yang bertanggung jawab atas rizka” kata ayah sembari memeluk bunda dengan penuh kasih sayang.
“om, tante, maafin kita ya kalo karena kita, rizka sering dimarahin” ucap fayra dan tika.

Ayah langsung melirik kearah mereka lalu mengembangkan senyumnya. Bunda pun segera memeluk fayra dan tika. Sementara itu ayah langsung menghampiri renal yang terus gelisah dan tak hentinya melirik kearah pintu ruangan.
“renal, maafin om ya” kata ayah yang langsung memeluk renal
“iya om, gapapa. Maaafin renal juga. Renal gak bener jaga rizka buat om juga tante.” Kata renal dengan penuh penyesalan
“kamu sudah baik menjaga rizka untuk om juga tante. Om sangat berterimakasih” kata ayah
“iya, sama-sama om”

1-2jam mereka semua menunggu, sampai akhirnya bunyi panjang itu terdengar.

Dokterpun keluar dari ruangan, sesegera bunda menghampiriku dan terus memegang tanganku. Berharap genggamannya memberikan kekuatan untukku agar dapat melihatnya kembali. Kini mereka semua berada dihadapanku. Kulihat ayah yang tak henti menyalahkan dirinya.

Ah ayah, jangan begitu, kumohon.

Aku melihat kearah fayra dan tika yang tak henti menangisi ku. Kini tatapanku tertuju pada renal, dia terdiam bisu kearahku, aku mendekatinya. Kini renal mulai menitikkan air matanya, seperti tau aku akan mendekatinya. Ingin kubisikkan padanya untuk jangan menangis. Karena, meski kini aku tak ada dalam alam nyata, aku masih ada dihatinya. Dihati kecilnya.

aku sangat menyayangimu, renal.  

***

Keesokan harinya, semuanya tampak bersedih di acara besarku ini. Ingin ku bicara pada mereka agar tak menangisiku. Aku malah sedih melihat mereka begini. Tolong, jangan membuatku merasa bersalah akan takdir allah ini. kulihat ayah merangkul bunda dan didekatnya ada renal juga fayra dan tika. Kini aku yakin ayah sudah tau mereka baik, sangaaat baik. Ah syukurlah ya allah. Semoga mereka semua bisa melanjutkan hidupnya walau tanpaku diantara mereka, walau tanpaku disisi mereka lagi, untuk selamanya.

--tamat-- 

 

Bottom of Form
 
nah, tamat deh cerbung karyaku hehe
gimana endingnya?
kasih saran yaaa, maacih yang udah jadi pembaca setiaa *bighug*

Tidak ada komentar: