Perang di Usia 17 Tahun

Apa yang membuat seseorang berarti untuk dibanggakan?

Hai, senang akhirnya kita bisa ketemu lagi. Seperti biasa, aku punya cerita hasil perpaduan antara hati dan otak yang ingin segera dibagi. Kali ini tentang proses menuju mahasiswa.

Aku, teman, dan –mungkin- kalian merasa tidak bahwa pada fase ‘untuk menuju mahasiswa’ adalah fase yang sangat serius?

Dulu untuk memikirkan ingin ke SMP/SMA Favorit tak pernah sekeras ini. Hanya membayangkan bahwa aku akan sekolah dan tumbuh besar disana, dan tentu berprestasi. Tapi, kadang cita-cita masih saja acak-acakan. Jadi dosen, dokter, arsitektur, menteri pendidikan, dokter lagi, insyinyur, dsb. Pilihan universitasnya juga acak-acakan, mulai dari UNPAD, UPI, ITB, JERMAN, UNPAD, UI, ITB----UNPAD, ITB, UPI, UI. Bagi siswa kelas 12 mungkin akan merasakan saat mimpi harus diselaraskan dengan realita nilai rapot (ini untuk jalur masuk pertama : SNMPTN). Bagaimana kita berpikir berulang kali, antara mengikuti keinginan atau yang penting diterima aja. Apalagi kalau ditambah lagi dengan mengikuti keinginan orang tua.

Tentu setiap pilihan memiliki resiko dan hikmah.

Jika mengikuti keinginan: maka,

1. Kalian ga bakal penasaran udah mencoba.

2. Jika diterima, kalian bakalan enjoy buat menghadapi segala badai selama kuliah.

3. Kalo saingan terkuat kalian tersenggol, pasti happy banget.

Jika yang penting diterima aja: maka,

1. Mungkin kalian seneng, tapi kalian pasti kepikiran “ah padahal gue juga bisa!”

2. Kalo ga di terima, ya lebih nyesek lagi.

3. Kalo saingan yang sewaktu ‘mengikuti keinginan’ aja ga diterima, pasti nyeletuk “untung gue milih jurusan ini.”

Jika mengikuti keinginan orangtua: maka,

1. Jika diterima, kalo itu sesuai juga dengan kemampuan kita pasti kita masih bisa fight.

2. Jika diterima, kalo itu sesuai keinginan kita pasti deh enjoy.

3. Jika diterima, kalo ga sesuai dengan kemampuan dan keinginan…. Nah baru deh, siapin motivasi tiap hari.

Sewaktu kelas 11, kebetulan aku mempunyai beberapa kakak kelas yang baik, yang mau berbagi bagaimana tentang zona perebutan kursi PTN. Pesan mereka kala itu, realistis. Ada yang lolos, ada juga yang tidak. Aku bukanlah tipe orang yang selalu ingin mendengar cerita tembusnya aja, tapi aku juga ingin mendengar kesalahan mereka. Aku terus berada diantara mereka, menanyakan bagaimana hasilnya, meski aku tau pasti itu menyebalkan untuk mereka. Tapi beruntung, mereka baik semua. Hihi.

SNMPTN-SBMPTN… jalur yang disediakan oleh pemerintah ini menjadi patokan. Aku bertanya pada mereka, apa yang menurut mereka salah. Beberapa bilang, bahwa dia terlalu banyak main, kurang serius, tidak realistis.

Kegagalan pertamaku adalah SNMPTN, kalau bingung apa itu SNMPTN, yah.. jalur ini semacam jalur undangan/pmdk buat ke PTN. Dan kuotanya ditentukan minimal 50% di setiap PTN. Aku sempat bengong dulu melihat ini…

Remuk hati aku mas, remuuk!

Sampai akhirnya aku tetiba meminta ijin pada Papap.

“Pap, pengen nangis…..”

Aku jalan ke kamar, dan beneran nangis. Ada rasa hampa ketika melihat tulisan-tulisan maba ITB 2015.

Aku pikir, dari jatah 200an lebih kursi di jurusan yang aku pilih itu, mengapa aku tidak bisa menjadi salah satunya? sejenak aku jadi ingat sekitar 4 tahun lalu, kakakku yang tetiba ke kamar, dia nangis, gamau aku ganggu dan saat itu papap juga ibu bergantian ke kamarnya. Lucu, ternyata aku mengalaminya.

Ga patah semangat, sebelumnya aku juga sudah daftar pmdk ke Polban. Awas lho, bukan Polisi Bandung, tapi Politeknik Negeri Bandung. Sekitar 2 minggu aku menanti pengumuman dari polban, hingga hari itupun tiba. Namun lagi-lagi tak kudapati namaku disana.

Jujur, waktu ikut daftar ke Polban, aku masih memikirkan Polban sebagai cadangan. Jika aku diterima saat snmptn dan pmdk Polban (idih pede) aku bakal menggugurkan polban :’) Dan yang terjadi malah dua-duanya yang gamau sama aku. Kupikir, niat yang tulus juga harus jadi modal bagi kalian, biar Allah tau kesungguhan kalian. Niat yang tulus tuh yang kayak gimana? niat yang berasal dari hati. Awal-awal mungkin kita gabisa ngeh sama niat kita, apa udah bener atau nggak, tapi yakinin aja kalo misalkan kita salah bakal ada Allah yang bantuin ngelurusinnya.

Saat menunggu pengumuman ke Polban, aku juga sudah memulai jadwal belajar buat tes tulis secara mandiri. Kadang bingung harus mulai darimana, kadang akhirnya gak belajar juga. Waktu terasa amat singkat, aku juga harus segera menentukan PTN dan jurusan yang mau aku hajar buat SBMPTN. Efek SNMPTN aku jadi agak pemilih buat memilih jurusan dan PTN. Sampai akhirnya aku memilih 3 PTN berbeda (clue: semuanya di Bandung) dan memutuskan daftar di h-3 penutupan pendaftaran SBMPTN dengan program campuran.

Habis SBMPTN terbitlah SIMAK UI. Wooo, harap jadi catatan: Jangan pernah jadikan SIMAK UI sebagai cadangan. Aku ngarep sih lolos simak UI tapi, aku lebih ngeduluin berdo’a buat lolos SBMPTN. Walaupun sifat maruk nya juga tetep aja masih ada ‘kalo aku keterima dua-duanya gimana ya?’ tapi aku juga ga lupa ‘kalo aku, amit-amit naudzubillah, gagal lagi, aku bakal fight di Ujian Mandiri (UM) ……”

Pokoknya aku buat segala macem cabang perencanaan. Jika gini, gitu, gono. Penting banget buat kalian simpen, catat, lingkari baik-baik tanggal-tanggal PTN/PTS/Ikatan Dinas ngadain tes atau nerima pmdk.

Sebenernya ada cerita mengharukan waktu SBMPTN. Mungkin nanti secara khusus aku ceritain deh. Yang jelas, Alhamdulillah aku keterima di pilihan ketiga program campuran. Waktu itu aku pilihan 1 nya soshum, terus pilihan 2 sama 3 nya saintek. Jadi mungkin kalo dari program saintek pilihan 3 itu sama kayak 2 kali ya? Hehe. Alhamdulillah, terima kasih buat semuanya dan tak terhingga buat Ibu Papap, juga orang-orang yang gabisa disebut satu-satu disini.

Segala Puji Bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.