Senin, 25 Desember 2023

(Review) Belajar Kehidupan dari The Alchemist

Tanah milikku rusak binasa, dan aku mesti mencari cara lain untuk menyambung hidup. Maka sekarang jadilah aku pemandau unta. Tapi malapetaka itu telah mengajariku memahami sabda Allah: manusia tidak perlu takut akan hal-hal yang tidak diketahui, kalau mereka sanggup meraih apa yang mereka butuhkan dan inginkan.


Tahun ini menemukan bahwa The Alchemist merupakan salah satu buku best seller yang banyak sekali di rekomendasikan oleh para pembaca di X. Saat melihat goodreads, "Sebagus itu?!", langsung meluncur ke iPusnas dan antriannya memang sudah puluhan ribu saat itu. Sabar menanti, sampai akhirnya dapat mengantongi The Alchemist di akhir tahun. 

Informasi Buku

versi terjemahan dan revisi

Penulis : Paulo Coelho

ISBN    : 9786020323053

Tanggal Terbit : 9 November 2015

Bahasa  : Indonesia

Penerbit  : Gramedia Pustaka Utama 

Halaman  : 220

Dimensi   : 135 mm x 200 mm


Petualangan seorang anak gembala yang mendapatkan petunjuk mengenai harta karun di dekat piramida. Sebetulnya niatnya saat itu menemukan harta karun adalah untuk menggaet perempuan idamannya, tapi ternyata perjalanan selalu memberikan berbagai macam pembelajaran. Bertemu orang-orang baru dan juga menjalani kehidupan di tempat lain, menjadikan anak tersebut kaya akan pengalaman. 

Perjalanan juga memberikan kita ruang untuk mengenal diri kita; baik itu melalui hal yang secara langsung menempa kita maupun melalui buah pemikiran seseorang. Usiaku sekarang 26 tahun, saat membaca kalimat ini. Rasanya seperti diberikan pengingat kembali. 

"Kita takut kehilangan apa yang kita miliki, entah itu hidup kita, harta benda kita, ataupun tanah kita. Tapi rasa takut ini menguap begitu kita memahami bahwa kisah-kisah hidup kita dan sejarah dunia ini ditulis oleh tangan yang sama"


Ketakutan kita yang berlebih akan dunia. Akan apa yang terjadi dalam hidup kita. 

Oh dan ada lagi. Buku ini pun memaknai tentang seorang pembelajar. 


"Mengapa mereka begitu mempersulit orang untuk belajar?" kata si anak.

Orang Inggris - musafir pencari alkemis, menjawab "Supaya orang-orang yang punya tanggung jawab untuk mengerti, bisa mengerti. Bayangkan seandainya semua orang dengan seenaknya mengubah logam menjadi emas. Emas akan kehilangan nilainya."

"Hanya orang-orang yang teguh hati, bersedia belajar secara mendalam, bisa mencapai Karya Agung ini. Itu sebabnya aku sampai berada di tengah-tengah gurun ini. Aku mencari alkemis sejati yang bisa membantuku memecahkan sandi-sandi itu."


Lalu diajarin juga buat lebih mindful.

"Kalau sedang makan, hanya urusan makanlah yang kupikirkan. Kalau sedang berjalan, aku berkonsentrasi pada urusan berjalan. Kalau aku mesti bertarung, mau mati hari apa pun tidak ada bedanya bagiku."

"Sebab aku tidak hidup di masa lalu ataupun masa depan. Aku hanya tertarik pada saat ini. Berbahagialah orang yang bisa berkonsentrasi hanya untuk saat ini. Akan kaulihat bahwa di gurun ini pun ada kehidupan, di langit sana bintang-bintang bersinar, dan suku-suku berperang karena mereka bagian dari umat manusia. Hidup ini akan terasa seperti pesta bagimu, suatu festival meriah, sebab hidup ini adalah saat yang kita jalani sekarang ini."

Sebelumnya si anak menganggap pertanda-pertanda sebagai hal duniawi. Seperti makan dan tidur, menemukan cinta atau mencari kerja. Tak pernah terpikir olehnya bahwa mereka adalah bahasa Tuhan untuk menunjukkan apa yang harus dia lakukan.


It takes time, sabar.


"Janganlah engkau tak sabar, makanlah saat makan dan berjalanlah saat harus berjalan."


Sisi romantismenya juga ada. Menariknya adalah bukan dengan wanita yang ia pikirkan di awal cerita, tapi perempuan ini yang ia temukan di perjalanan. Perjalanan menemukan harta dan juga menemukan dirinya. 


Aku bagian dari mimpimu, bagian dari takdirmu, seperti kaukatakan.

"Karena itulah aku ingin kau meneruskan mencari impianmu. Kalau kau merasa  harus menunggu sampai perang berakhir, tunggulah. Tapi kalau kau merasa harus pergi sekarang juga, pergilah mengejar mimpimu. Bukit-bukit pasir ini senantiasa berubah diembus angin, akan tetapi padang gurun itu tak pernah berubah. Begitu pula cinta kita"

Gadis itu berkata,"Kalau aku memang bagian dari mimpimu, suatu hari nanti kau pasti kembali."



Tidak ada komentar: