Semuanya
berawal dari keingintahuanku akan perbedaan sikapnya. Aku mencoba
mengingat-ngingat kata sandi akun twitter nya. Dan, ah, berhasil rupanya.
Kubuka mulai dari mentions sampai akhirnya ku klik direction messages. Betapa
kagetnya aku, ada satu rantaian panjang percakapan antara Dara dengan siapa
ini? @Ninno_nwsyh ?
Udah belom mandinya?
Kulihat
waktu nya dan, ini masih baru. Sejam yang lalu, dan aku teringat lagi tentang
kencanku yang gagal. Dara bilang, dia malas. Dia tak enak badan. Tapi, ini apa?
Akhir-akhir
ini, aku dan Dara memang sedang mengalami masa berat dihubungan yang sudah
berjalan selama 3 tahun. Kami sering bertengkar karena masalah-masalah yang
kupikir ini sepele. Telat menghubunginya, lupa untuk pamit padanya sebelum
tidur atau bisa juga lupa tak mengingatkan makan, dsb. Aku tak tau, mengapa
perempuan seolah selalu mempermasalahkan hal-hal yang, sudahlah daripada
dibahas nambah beban, bikin mumet kami para cowok. Betul kan?
Kumundurkan
scroll bar. Tapi, mataku segera teralih saat suara PING dari BB ku berbunyi. Dari Tryan, sobat sekosanku. Kubuka file
image yang dia kirim. Dan, kini napasku seperti terhenti untuk sepersekian
detik. Ini, Dara dan cowok yang ada di gambar itu, cowok yang memakai baju
garis horizontal besar berwarna merah-hitam-putih. Kulirik layar laptop yang
masih menampilkan percakapan Dara dengan cowok bernama Ninno itu. Kuklik avatar
cowok itu. Dan, ini benar-benar orang yang digambar. Mereka tengah tertawa
bahagia, bersama.
Segera
kumatikan laptop. Lalu, segera kucoba hubungi Dara. Tidak aktif!. Aku segera
mengiriminya BM. Namun, sampai aku terlelap pun, esoknya tak kulihat satu pesan
atau balasan dari BM ku sore kemarin.
͚
“Lo
tau, Ji. Kemaren, gue juga sempet kaget gimana gitu. Gila aja, si Dara kayak yang
udah pacaran lama sama tu anak. Akrab banget!” seru Tryan yang masih nyerocos sedari
tadi.
“Tau
lah. Dara udah berubah gitu, Yan.” Ucapku lemas dengan pikiran yang sudah tak
karuan.
“Udah
coba labrak Dara, belom? Kan, lo punya bukti Ji.” kata Tryan sembari menepuk
pundak kananku.
“Percuma
kayaknya, soalnya kalo aku sama dia berantem pasti harus aku aja yang ngalah.
Kalo engga, ya, pasti putus.”
“Terus
lo takut gitu buat diputusin sama dia?”
“Bukan
gitu, ya, dia itu udah cocok banget buat aku. Segalanya udah klop sama aku.
Bahkan kekurangannya pun ga aku anggap itu negative. Lo ngerti maksud aku kan?
Masa aja sih ga.”
“Nih,
bro. Lo tuh cakep. Cari aja kali cewe baru yang kayak dia.”
“Ga
segampang itu, bego!” tukasku sembari menimpuknya dengan tas.
***
Aku
melihat kelas Dara dari balik jendela. Kuperhatikan satu persatu, namun tak
kudapati wajah putih dan bibir tipisnya disana. Jadi, dimana dia sekarang?
PING!
Ah,
dari Dara rupanya!
Aku ga ke
kampus, gaenak badan yang
Aku
terduduk dikursi kelas yang kosong. Entah, ini kelas siapa dan ruang apa.
Sebenarnya hari ini, aku ingin menanyakan tentang cowok itu. Tapi, hatiku
terenyuh dan khawatir juga saat dia bilang tak enak badan. Juga, tadinya aku
ingin memberikan dia surprise. Tak apalah, biar nanti malam saja aku datang ke
rumahnya.
Akhirnya
jam 8 malam lebih, aku sudah sampai di pekarangan rumah Dara. Dara keluar dari
pintu rumah dan menghampiriku. Dia langsung melihat kaget kearahku, mungkin
sekaligus terharu.
Lalu,
dia mengajakku untuk duduk. Dan, aku pun menyimpan kue ini di meja. Dia
tersenyum manis sekali malam ini. Walaupun dia hanya mengikat satu rambutnya
dan dengan setelan baju tidur. Dia tetap terlihat cantik.
“Tutup
dulu dong mata kamunya,” perintahku.
“Oke,
udaah,” serunya sembari memejamkan kedua matanya.
“Sekarang,
tangan kamu yang kanan ke akuin.”
Kuraih
tangannya, lalu kumasukkan cincin ini di jari manisnya. Dara membuka matanya,
“Jian?”
tanyanya sembari melihatku dengan tatapan kaget. Mata cokelatnya tampak
berkaca-kaca. Pipinya pun mulai memerah, ini membuatnya tampak semakin lucu.
“Happy
birthday, Sayang.” Ucapku sembari tersenyum simpul.
***
Setelah
ulang tahun Dara, hubungan kami memang membaik. Tapi, semuanya kembali lagi
sampai 3 bulan kemudian, kejadian itu kembali terulang dan aku menangkap basah
Dara bersama Ninno, cowok itu.
Dara
melihatku yang memergokinya yang tanpa sengaja itu, dia hanya terdiam dan
langsung menunduk kala cowok itu mengajaknya kedalam Restaurant. Rasanya hatiku
sudah kelu, ingin marah namun tak bisa. Lantas aku meninggalkan mereka disana.
Aku ingin sendiri.
***
“Ji,
lo mau-mau aja ya digituin ama cewek lo! Udah ke GAP selingkuh eh lu nya biasa
aja, ga marah ga apa, malah jadi lo yang ngerasa nyesel.” Celoteh Tryan.
“Gue
cuma gatau harus berbuat apa, Yan. Gue udah terlalu sayang sama dia.” Kataku
datar.
“Jadi
yang dimaksud –Sayang- itu lo ngebiarin dia sama cowok laen gitu?” tanya Tryan
berapi-api.
Ah,
Tryan tak tau bagaimana hatiku sekarang. Aku sudah terlalu sayang padanya. Aku
juga jadi bingung harus bagaimana. Antara tetap mempertahankan, tapi aku yang
terus mengalah atau menyudahinya saja?
“Dara,
mengapa kamu melakukan itu sih?” tanyaku dalam hati.
***
“Apa
kamu bahagia dengan dia, Dara?” tanyaku gamang.
Dara
masih terdiam, entah kini apa reaksinya saat kutanya begitu. Apa dia sedih,
senang, kecewa? Entahlah. Aku, kini dadaku memang terasa sesak untuk
mengucapkannya. Dan, aku ingin menangis bila aku tak ingat bahwa aku ini
seorang cowok.
“Kamu
mau kita putus, kan? Yaudah, kita.. putus aja,” kataku dengan tersenyum. Senyum
yang terasa hambar.
Dia
menatapku kaget, apa dia menyesal aku telah berbuat demikian? Memang, aku agak
berharap dia bisa merajukku dan bilang bahwa dia hanya mencintaiku saja. Tapi,
sampai dia berpamitan dan hilang dari pintu café itu, dia tak berkata demikian.
Usai, mungkin memang sampai disini.
Beberapa
hari kemudian, aku mencoba untuk melupakannya. Namun yang terjadi, aku dan dia
malah sering dipertemukan oleh-Nya. Aku hanya mencoba berpositif thinking.
‘Rasanya,
aku memang sudah terlalu terikat dengannya. Cincin ini. Kuharap, dia tidak
membuangnya.’ Batinku.
Entah
untuk keberapa kalinya aku merefresh timeline Dara. Kemarin-kemarin Dara masih
mention nan dengan cowok itu, tapi kini, tak kulihat lagi. Ah, mungkin mereka
sedang bertengkar ya? Mungkin cowok itu baru tau sifat Dara yang sesungguhnya. Namun,
ada yang beda lagi, kini dia tampak selalu murung.
Sampai
dua bulan aku melihat perkembangan Dara, tanpaku. Dan, sudah 2 minggu mereka
tak terlihat bersama dan saling mention-nan di Twitter. Aku merasa ganjil.
Lantas, aku membuka BB, dan menimang-nimang lagi,
“Re-Invite
jangan ya…”
Aku
terdiam sesaat sembari melihat-lihat kontak di BBM. “Ah, ketemu!,” teriakku.
Hey, Shil, ini aku Jian. Boleh nanya sesuatu?
Klik. Beberapa menit kemudian,
Eh, Jian. Boleh ko, nanya apa? Dara? :p
Aku menelan ludah. Hebat betul Shilla ini, apa dia sudah beralih profesi jadi peramal?
Iya.. hehe, ituu, dia… single?
Hahaha, iyaa. Kenapa emang?
Jantungku berpacu dengan kencang. Ya Tuhan, apakah maksudnya ini? Mengapa aku merasa senang dia sudah putus dengan cowok itu?
Engga, nanya aja. Hehe, makasih ya shil
Aku
menatap layar monitor lagi. Kini, foto Dara yang kujadikan background membuat
hatiku melayang lagi. Lalu, tanpa aku sadari, aku mengetik sebuah pesan kepada
Dara. Dan, aku sadar setelah Dara membalas smsku.
Dara, aku gabisa hidup tanpa kamu. Aku, udah sayang banget sama kamu dan kamu tau itu kan?
----
Jadi, kamu mau
kita balikan?
Aku
langsung menelpon nya, rasanya hatiku seperti kembang api yang meledak bebas
diangkasa. Ya, Dara mengangkat telpon nya dan, sudah lama sekali aku tak mendengarkan
suara renyah ini.
Akhirnya,
1 jam setelah aku menelpon Dara, kami resmi balikan. Yah, memang aku pernah
dikhianatinya, tapi rasa ini, cinta ini membuat akalku sudah tak berfungsi.
Kini, hatiku yang mengambil alih. Aku tak merasa bodoh jika menerima dia yang
telah mengkhianatiku, aku justru merasa bangga bisa melapangkan dadaku untuknya
lagi. Baik, baik, aku memang cowok yang bodoh. Tapi, aku hanya percaya ini
hanya sebuah garis dari Yang Maha Kuasa. Dari sang pemilik perasaan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar